Sunday, January 25, 2009

Lilypads, Kota Terapung Masa Depan (Ecopolis)

(Sumber: http://vincent.callebaut.org, http://www.eikongraphia.com, dan http://www.energiportal.com)

Arsitek dari Belgia, Vincent Callebaut, mengajukan terobosan baru dalam menghadapi masalah perubahan iklim yang ekstrem pada 2100 nanti. Diperkirakan, pada tahun itu beberapa daratan sudah tenggelam oleh naiknya permukaan air laut. Kota-kota besar seperti New York, Bombay, Calcutta, Hô Chi Minh, Shanghai, Miami, Lagos, Abidjan, Jakarta, Alexandria, ... akan menghasilkan 250 juta pengungsi. Beberapa daratan yang tidak tenggelam, dianggap tidak layak tinggal karena tingkat keasinan air laut telah merusak ekosistem yang ada.


Perlu diketahui bahwa naiknya permukaan air laut disebabkan oleh dua sumber es raksasa yang mencair, yaitu Benua Antartika-Greenland dan kumpulan gletser yang tersebar di seluruh dunia. Alasan lainnya adalah terjadinya dilatasi air yang dipengaruhi oleh perubahan suhu. Berdasarkan data GIEC (Intergovernmental Group on the Evolution of the Climate), permukaan air laut sudah naik 20 - 90 cm pada abad ini dengan nilai rata-rata 50 cm (bandingkan dengan nilai rata-rata 10 cm pada abad 20). Para ilmuwan dunia pun telah menghitung bahwa perubahan suhu 1°C akan meningkatkan ketinggian permukan air laut 1 meter. Peningkatan yang hanya 1 m ini akan menenggelamkan daratan 0.05% di Uruguay, 1% di Mesir, 6% di Belanda, 17.5% di Bangladesh dan 80% di Kepulauan Marshall-Kiribati sampai ke Kepulauan Maladewa.


Terobosan baru Vincent adalah kota terapung bernama Lilypads. Lilypads adalah prototipe kota amfibi yang mampu menghidupi diri sendiri dan mampu menampung 50.000 orang. Tiap kota terdapat danau yang menampung danmenjernihkan air hujan. Kota terapung ini tidak membutuhkan jalan dan akan "terhanyut" ke seluruh dunia akibat pergerakan arus laut. Kota ini pun mempunyai 3 marina (pelabuhan kecil) dan 3 gunung dengan ketinggian berbeda yang dikhususkan bagi dunia kerja, bisnis, dan hiburan. Desain kotanya diliputi oleh bangunan dan tanaman, dengan konsep jalan yang ramah lingkungan. Kota amfibi ini unik karena setengahnya adalah air dan setengahnya lagi adalah darat. Sebagian besar di atas permukaan air dan sebagian lainnya di dalam air.


Vincent menjanjikan bahwa kota ini telah mengatasi 4 (empat) masalah utama manusia, yaitu iklim, biodiversitas (keragaman alami makhluk hidup), air, dan kesehatan. Kota ini mendapat sumber daya dari matahari, angin, dan arus laut yang akan memproduksi lebih banyak energi daripada energi yang dikonsumsinya. Selain itu juga akan menjadi kota yang ber-"emisi nol" karena semua karbon dan limbah akan didaur ulang.


Vincent percaya bahwa produknya ini adalah solusi jangka panjang untuk menghadapi naiknya air laut. Memperkuat garis pantai bukanlah solusi karena hanyalah solusi jangka pendek. Menurutnya, desain dari kota terapung ini diinspirasikan dari daun Lili yang mempunyai nama latin Amazonia Victoria Regia (famili Nympheas) yang memiliki tulang daun yang sangat rapat. Tanaman akuatik ini ditemukan oleh ahli botani dari Jerman, Thaddeaus Haenke, yang dipersembahkan kepada Ratu Victoria dari Inggris pada abad 19. Kulit permukaannya yang "double" terdiri dari serat-serat polyester yang ter-cover oleh lapisan titanium dioxide (TiO2) seperti anatase, sehingga dapat mengabsorbsi polusiatmosfer melalui efek fotokatalis.


Tujuan Vincent membuat kota ini adalah menciptakan "hubungan yang harmonis antara manusia dan alam", juga mengeksplorasi model baru tinggal di laut dengan membangun ruang-ruang kolektif yang dapat bergerak.


Catatan Bang Aswi:
Sebuah perusahaan arsitek bernama ZM Architecture di Glasgow, Skotlandia, mempunyai konsep yang inovatif. Konsep yang berjudul Water Lily Solar Panels tersebut memenangkan penghargaan International Design Award pada kategori darat dan laut untuk sumber energi alternatif. Konsep yang diinspirasi dari lembaran daun Lili di atas air tersebut menerapkan piringan lebar panel surya di atas permukaan sungai Clyde di Glasgow. Piringan panel surya yang menyerupai lembaran daun Lili tersebut didesain agar lebih estetik dan membaur dengan ekologi sungai. Seperti yang dikutip BBC, piringan panel surya itu dilengkapi dengan motor dan sensor yang akan menggerakkan piringan berputar mengikuti arah matahari. Dengan teknologi ini, piringan tersebut akan mendapatkan sinar matahari secara optimum. Saat ini, energi listrik yang dihasilkan piringan panel surya tersebut disalurkan ke dalam jaringan listrik nasional di Skotlandia.

No comments:

Post a Comment